Sabtu, 03 Mei 2014

Sebuah ruang

Dan aku masuk ke dalam sebuah ruang. Asing, gelap, dan baru. Awalnya aku mengira ini sebuah ruang kosong dan layak diisi, tapi nyatanya ruang ini masih terisi sisa-sisa masa lalu. Sesak. Kenangan kenangan indah yang pasti sulit terhapuskan atau bahkan memang sengaja tak dihapuskan. Kenangan-kenangan yang mungkin masih terbayang di dalam keseharian. Setiap kata, gerakan, perlakuan, keistimewaan dari masa lalu. Kenangan indah dari masa lalu tapi malah jadi sisa sisa kotoran untuk penghuni barunya. 

Tadi malam aku sadar bahwa ternyata ini bukan sebuah ruang, melainkan sebuah perangkap. Ilusi. Ilusi dari sebuah keindahan. Yang ketika aku mulai merasakan kenyamanan tetapi justru perangkap ini mulai mengeluarkan duri-durinya. Yang semakin lama semakin panjang dan menyakiti. Yang semakin hari ada saja hal yang menyuruhku pergi. Segera keluar. Hilang sudah kenyamanan. Semakin menyatakan bahwa tempat ini tak layak dihuni oleh pendatang baru. Aku terusir.

Aku pun sadar untuk apa berada di tempat yang bahkan tak layak huni. Penuh duri. Tak ada manfaat. Justru semakin menyakiti. Hanya terjebak pada rasa nyaman. Dan harapan akan semua hal baru. Namun semua yang indah hanya ilusi. 

Mencoba keluar pun ternyata tak mudah, jalannya juga sudah dipenuhi duri. Genangan air mulai bermunculan di pelupuk mata, hanya hitungan detik genangannya akan siap mengalir. Membahasi wajah yang semula dipenuhi dengan senyum bahagia. Sekarang tak lagi. Justru tersisa wajah yang sering menahan rasa sakit. Sakitnya di luar dan di dalam. Perih. Tapi daripada aku terus berada dalam perangkap ini, lebih baik aku putuskan keluar mencari jalan terbaik. Entah berapa jauh atau sampai kapan, setidaknya di sana, di ujung jalan sana masih terbuka jalan keluar menuju cahaya. Kembali ke tempat semula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar