Selasa, 06 November 2018

dia yang acuh

Ada kalanya Aku mencintai sebuah masa, masa lalu
Mengagumi sebagai masa terbaikku
Namun mungkin Allah cemburu
Hingga Ia jadikan cinta menjadi sebuah pilu

Dalam perjalananku,  ku cari makna memaafkan
Tapi sulit kawan
Tiap ku berikrar "maafkan"
Ia kirim mimpi berbentuk ujian

Sore
Aroma pegunungan
Barisan seragam putih
Barisan seragam biru favoritku
Panitia kedisiplinan
Aturan
Poin - 1
Mahasiswa baru
Dan yang terdengar baru, "ikatan alumni"

Seperti kalanya hukum rimba
Kamu kalah jika kamu tidak ada kuasa
Topi ku jatuh entah karena apa
"-1 poin" katanya

RPL,  aku tidak ingat makna nya
Hanya 'Rapat',  huruf R yang bermakna
Jangan2 P adalah untuk Penguasa
Dan L adalah 'Lapangan', kecewa
Kalian pikir aku siapa?

Negosiasi
Apa kalian pikir aku basa-basi?
Kalian yang terlalu ironi!

Jadwal kalian bentrok dengan jadwal ibadahku
Bagaimana,  khas sekali dengan acara 'itu'  bukan?
Bernilai 'ketuhanan'  tapi kalian tabrak saja makna-makna ketuhanan

Aku,  Berdiri tegak dengan tangan disaku
Mencoba berdiri tegar sendirian
Teman baikku berdiri minta pertolongan
Sebagian mengolokku
Sisanya mengabaikan
Dia? Jauh sedang mendengarkan
Bukan aku,  tapi korban selanjutnya dari pencitraannya

Kita memang bukan siapa siapa
Aku memang bukan siapa siapa
Permainan yang sia-sia
Kenapa..
Karena aku tau sebenarnya tentang pemain utama?
Sedang yang lain masih anggap dia bijaksana?

Hebat! Habislah aku
Aku siap dihukum
Bukan masalah topi,  toh aku cukup beli yang baru
Tapi masalah prinsip
Aku pernah membangun sebuah aturan
Ironi bukan jika sekarang aku abaikan aturan?

Tapi memang bukan masalah topi
Bukan juga masalah hukuman
Sungguh ini hanya mimpi
Atau sebuah kebetulan.

Ini tentang aku tanpa dia
Tentang maaf yang ternyata masih berat
Tentang sakit yang ternyata masih ada
Tentang tangis yang ternyata masih jatuh
Dan sungguh,  dari semua nya  aku ingin selesai....

Rabu, 29 Agustus 2018

KESANGGUPAN DAN KEBERANIAN part1

Hmm setahun lalu lagi apa ya… lagi cari beberes kelengkapan wisuda tapi apa daya ga dapet kloter wisuda agustus, Alhamdulillah masih dapet yang kloter November

Oke mundur lagi, 2 tahun lalu lagi apa ya.. lagi sibuk praktikum terakhir. Praktikum 3. Kali itu praktikumnya gak terlalu banyak laporan, tapi mesti jualan. Dan memegang jabatan sebagai bendahara cukup memusingkan karena memikirkan pengeluaran dan pemasukan.

Okay, jangan kejauhan. Mau mundur ke kira-kira satu setengah tahun yang lalu. Yaitu momen semester 8. Semester paling ga banyak kelas. Alhamdulillah beberapa kali kesempatan justru mengisi kelas. Semester 8. Semesternya skripsi.

Mau nulis tentang skripsi karena baru-baru ini booming lagi karena ‘sudah waktu’nya adik tingkat untuk lulus tepat waktu. Juga karena fenomena lulus cepat vs lulus tepat waktu dengan berbagai alasan para pelaksananya.

Saya dulu masuk semester pertama Agustus 2013 dan lulus di bulan Juli 2017. Well, I can say it was proper time. Right time. Or whatever. Well, honestly bisa lulus di waktu yang tepat didasari dengan alasan kuat ‘gak mau nyusahin orang tua’. Gak terlalu banyak pengganggu yang menanyakan ‘kapan lulus bar’ yah karena emang belum molor waktunya. Bukan juga didominasi oleh teman-teman sepaguyuban yang satu per satu bisa foto pakai selempang ‘Paguyuban, S.T siap dilamar’. Yeah karena pada dasarnya kita meneliti hal yang berbeda. Tempat berbeda. Waktu start berbeda. Dosen pembimbing berbeda. Lantas apa alasan yang mengharuskan kita harus ‘sama’?.. none

Apakah lulus tepat waktu berarti pintar? Tidak pasti. Apakah lulus tepat waktu berarti penelitiannya gampang? Well ‘gampang’ adalah ukuran relative. (tapi kalau ada yang ngegampangin penelitian saya, sini yuk berantem :”) ) apakah lulus tepat waktu berarti beruntung karena dosen pembimbingnya baik? HAHAHA justru dosen saya adalah salah satu dosen yang dihindari karena terkenal telitinya. Lantas apa yang buat bisa lulus tepat waktu. Ya itu tadi, utamanya adalah rasa tidak ingin menyusahkan orang tua. Alasan lain adalah karena para pendukung di balik layar.

Sedihnya, pemeran utama alasan lulus tepat waktu yaitu ‘orang tua’ bukanlah termasuk pendukung di balik layar yang nampak. Sekali lagi ‘yang nampak’. Apakah ada perlakuan khusus ketika berjuang skripsi? Gak ada. Apakah ada kata-kata penyemangat? Seingat saya tidak ada. Apakah ada bantuan? Ada, pasti. Tapi justru kadang pertanyaan mereka tentang ‘kapan teh? Si ini udah, si itu udah’ adalah hal yang menyakitkan. Well kalau mereka gak bermaksud menyindir, I know, mereka cuma mau tau progress. Walau kadang memang hal itu gak diterima positif oleh hati. Jadi kalau ada yang menebak lulus tepat waktu karena dukungan orang tua. Yeah mana ada. Doa mungkin, wallahu’alam. But still, Alhamdulillah saya punya support system untuk urusan langit.

Pemeran pendukung adalah orang dekat, orang nyeletuk, kadang orang lewat, kadang orang yang duduk bareng di depan jurusan saat mau bimbingan.
Awalnya, saya punya seorang teman yang sudah ada mulai lebih dulu, dan sudah ada tempat penelitian. Lalu menawari saya untuk penelitian di tempat yang sama. Memberi secercah harapan, karena saya tipe yang gak punya banyak ‘orang dalam’ di perusahaan manufaktur. Tapi karena berbagai factor. Saya lambat, ragu, dan gak berani untuk ‘nembak’ perusahaan tersebut. Well yes, I am little coward. Jadilah terbang semua rencana. Padahal saya sudah ada judul. Lalu akhirnya dapat perusahan kedua dan sekaligus yang terakhir.

Survey. Kemudian mikir. Oke, saya sudah ada rencana akan meneliti tentang apa. Tahap selanjutnya adalah pembuatan proposal. Di sini lah awal kata ‘kesanggupan’ itu.

Rabu, 01 Agustus 2018

Perhitungan yang Salah

Case 1: berpikir kayaknya sangat logis jika orang-orang kaya (which means orang yang bisa beli apapun kapanpun dia mau, dan CASH) pasti adalah orang yang sangat kencang ibadahnya. Mari dikerucutkan dengan sebuah ibadah. Sebut saja SHALAT. Wah jelas dong, pasti karena ketaatan dan dan kedekatan  dengan Tuhan maka dari itu dia bisa mendapatkan kemudahan dengan menjadi Orang Kaya.
But BOOM!!, semakin bertambah umur, semakin melihat dunia, semakin berada di lingkungan Heterogen, teorinya malah tersanggah dengan kelakukan para Orang Kaya yang does what S/He wants to do. Termasuk gak Shalat. Justru karena kekayaannya membuat mereka berpikir “ah ini kan hasil kerja keras gua” (bukan karena rezeki dari ibadah) atau “Ah hidup gua baik-baik aja, bahkan walau gua ga shalat dll” atau “buat apa sih ibadah, gua udah punya semuanya”. Cased closed. I was wrong

Case 2: berpikir kayaknya sangat logis jika orang-orang miskin (which means orang yang ga bisa beli apapun kapanpun dia mau, termasuk orang yang bahkan mau beli makan untuk saat itu aja susah) pasti adalah orang yang sangat kencang ibadahnya. Mari dikerucutkan dengan sebuah ibadah. Sebut saja SHALAT. Wah jelas dong, pasti kebutuhannya yang banyak, hidup yang sulit, keinginan terpendam untuk bisa beli beli semudah Orang Kaya pasti membuat mereka merasa harus mendekatkan diri dengan Tuhannya. Istilahnya Caper. Apa caper ke Tuhan itu salah? Sebuah bentuk ‘menjilat’? oh bukaaann. Tenang saja Tuhan akan lebih tahu mana yang menjilat dan mana yang tulus. Tuhan justru senang dengan hamba yang berusaha untuk mendekatkan diri. Dan melihat di banyak acara TV juga banyak menayangkan misalnya seorang pemulung tapi tiap waktu Shalat selalu mengusahakan diri berjamaah di masjid. Orang Kaya.
But BOOM!!, semakin bertambah umur, semakin melihat dunia, semakin berada di lingkungan Heterogen, teorinya malah tersanggah dengan kelakukan para Orang Miskin yang gak Shalat. Mereka Lelah dengan doa-doa yang tidak kunjung dikabulkan. Lelah dengan pekerjaan hariannya yang berat tapi hanya menghasilkan sedikit. While mereka melihat Orang Kaya yang seenaknya korupsi. Atau mereka lihat Orang kaya yang gak shalat tapi hidupnya tetap baik. Kemudian mereka menyimpulkan bahwa gak butuh shalat untuk mendapat rezeki, asalkan mereka semakin giat ‘banting-tulang’, ambil job sana-sini, menjilat atasan biar dapat promosi. And then, mereka jadi punya harta yang banyak. Cased closed. I was wrong

Case 3 : berpikir kayaknya enak ya lahir di sebuah keluarga yang agamis. Keluarga agamis pasti adalah orang yang sangat kencang ibadahnya. Mari dikerucutkan dengan sebuah ibadah. Sebut saja SHALAT. Setiap waktu shalat, anggota laki-laki akan berangkat ke masjid untuk berjamaah. Anggota perempuan akan berjamaah di dalam rumah. Saling menyalami setelah shalat berharap ampunan dosa. Kemudian saling membuka Al-Quran. Ada yang meneruskan bacaan, ada pula yang mengulang hapalan. Tentram. Adem. Sejuk. Sepertinya. Kemudian setelah serangkaian ibadah penuh khidmat, maka ada ‘pertemuan’. Bahasannya ya apa saja. Lebih banyak tentang masalah saat ini dan cara mengahadapinya, tak jarang membahas rencana masa depan. Too good to be true. Keluarga Shaleh-Shalelah. Bahkan lebih kuidamkan daripada sebutan keluarga cemara. Semua terjamin berjalan seperti seharusnya. Anak-anak yang selalu meng’iya’kan perintah orang tuanya. Dan orang tua yang selalu mendukung penuh keputusan anaknya. Berjalan seperti seharusnya. Ibadah mereka yang terjaga. Sepertinya. But BOOM!! Semakin bertambah umur, semakin melihat dunia, semakin banyak bertemu orang lain. Awalnya satu, lantas hanya menjadi cerita yang dapat dihiraukan. Lalu dua. Tiga. Empat. Dan seterusnya. Boleh setuju atau tidak. Boleh pergi atau tidak. Agama memang sebuah hal yang sensitive bukan? Aku pun perlu banyak hari untuk berani menuliskan ini. Ternyata memang mereka hanya sepertinya. Beberapa. Sekali lagi, ‘beberapa’ dari bagian keluarga itu justru berontak. Berontak? Entah kata apa yang sebenarnya lebih tepat. Tapi gambarannya adalah seperti sebuah bola basket dihantamkan. Mereka tertolak. Sebagian justru bertindak sangat ekstrim, sebagian ekstrim, sebagian hanya berbeda dari yang lainnya. Bagaimana seseorang dari keluarga sangat kondusif bisa seberontak itu? Entahlah. Bagaimana mungkin dia bisa seesktrim itu? Entahlah. Bagaimana mungkin sampai bisa sebegitunya yang bahkan tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata? Entahlah. Bagaimana mungkin hidup Bersama ibu dan bapaknya yang melakukan dakwah ke banyak tempat, mengajarkan syariat, hal yang boleh dan tidak boleh, memiliki banyak murid ajar, tapi anaknya, anaknya justru menjadi pemberontak ajaran yang disebarkan orang tuanya ? entahlah. Mungkinkah bosan? Mungkinkah ajaran yang sebegitu kentalnya dari kecil justru mereka membuat enggan? Entahlah. And the irony is, they shared it. WTH! Shame on them. Gimana pandangan orang-orang tentang orang tuanya? Mari kerucutkan x dengan sebagian contoh, tidak menutup aurat,  pacaran,  'dunia malam' . Do they even care? Omg… saat orang tuanya bilang jangan melakukan x kepada orang lain, justru anaknya melakukan x dan dibanggakan di social media. Susah dimengerti. Susah.

Sampai suatu hari, mendengar kajian dari seorang ustad. Kurang lebih intinya “tidak ada yang bisa mendefinisikan seseorang berdasarkan defines orang lain”. seperti misalnya anak didenisikan dari  orang tuanya. Contoh nya keluarga nabi Nuh. Bahkan seorang nabi tidak bisa mengislamkan anak nya. Atau orang tua didefinisikan dari anaknya. Contohnya nabi Ibrahim. Bahkan walaupun anaknya seorang nabi, tidak lantas membuat orang tuanya mau beriman. Atau pasangan terhadap pasangan lainnya. Seperti Asiah, tidak bisa membuat Fir’aun beriman. Betapa sebuah hubungan kondusif tidak bisa lantas menjadikan semua baik-baik saja.

Oh Allah. Yang Maha Benar. Maka inilah representasi ayatMu bahwa engkau menyesatkan siapa yang Engkau kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Maka siapa hamba yang membuat penilaian ketaatan seseorang berdasarkan hartanya, kedudukannya, maupun status keluarganya. Maka memang jelas bahwa ayatMu adalah petunjuk bagi orang-orang berakal. Siapa hamba yang pengetahuaanya sangat tidak mumpuni untuk berlagak sok tahu. Maha Benar Engkau

Selasa, 27 Maret 2018

Haru biru waktu itu

26.03.18 jadi hari pertama sebagai karyawan (trainee sih)  di sebuah perusahaan manufaktur Indonesia.  Dari penjabaran waktu kerja baru tau kalau jam kerja senin hingga sabtu.  Estimasi perjalanan kira-kira 130 menit di perjalanan.  Masuk kerja jam 8 pagi means harus banget setelah subuh (waktu subuh saat itu 04.42) berangkat supaya dapet kereta terpagi jam 05.21.  Pulang kerja pukul 5 dengan estimasi waktu lebih kerja (lembur)  yang tidak dapar diukur. 
.
Wah
.
Banyangin aja udah berat.  Sangat.  Belum lagi euforia anak baru yang mesti habis-habisan di masa-masa awal kerja dan kekhawatiran 'duh nanti sama siapa :"( ' bisa banget membuat seseorang jadi kufur niat (na'udzubillah YaAllah).  Maka ya jangan dibayangin,  jalanin aja sampai terasa terbiasa. Hehe
.
Pagi itu,  berangkat sama abi.  Naik kereta (sesuai estimasi)  05.21. Berdiri dong karena penuh.  Ya,  mostly for people who go to work in rush hour (jam pergi-pulang kerja) getting the seat in commuter line is just myth. Wkwk.  I am really confident for write that opinion.  It's just MYTH.  Oke skip.
Berdiri dong,  yaiyalah,  kemudian terbayang senin-sabtu untuk beratus-ratus hari ke depan.  Okesip.  Then,  looking my left-side,  standing a man who I know so bad that he was standing for MANY YEARS,  has been looking for 'nafkah'  sincerely. Waking up in the morning when other still having fun in their own dreams, and then going home when others have ready for another dreams.  And I was so sad.  Really.  He was my hero. Never complaing that I have been spending his money so much.  And sometimes may be,  he will retain his willing for spending much money for something that he want. He want to keep the balance of revenue-expense.  He never 'itung-itungan'  for what he got and what he give to me,  and to others. 
In the second day of my period,  yeah I know so well that my hormon will be fluctuating.  But I know,  I realize,  I get those feeling.
Blessed with all my Allah give me for these years.  Send me beautiful parent that I love so much.  Even they don't give me 'heaven'  in this world and I know that I can't give it to them. so I will just send my prayer for the One who have this dunya also the akhirat that I am willimg heaven so much for me,  for my parents,  for my brother-sister and also for people who give happiness for our life.  I DO KNOW THAT I DONT HAVE 'HEAVEN'  IN DUNYA BUT I WILL GET IT IN AKHIRAT. AAMIIN

for you  who always get bad attention,  bad habit,  bad condition between you and your parent,  go to so many years ago and realize that you have earn so much their energy,  tears,  ridho,  blood - for you.  And you will never get the time to repay their kindness.

Rabu, 07 Maret 2018

Mindset Sebuah Pertanda

Siapa dari kalian jika jatuh lantas bahagia? Jika ditinggalkan seseorang yang berharga kemudian bahagia? Jika kulit terkena duri lantas bahagia? Jika dituduh,  difitnah,  dighibahi jadi bahagia? Ketika diberikan rasa khawatir akan kemiskinan, kesulitan,  tekanan orang lain kemudian berubah menjadi orang paling bahagia sedunia?
Hahaha pasti gaada.  Atau ada,  sedikit,  and so how lucky are you guys.
.
Tertarik.  Tergugah. Tercerahkan dengan hadits berikut..
.
.
"meminta ampunan/maaf" dari Allah
.
Siapa makhluk yang bersih dari dosa? Bahkan sebaik-baik manusia,  Rasulullah SAW,  pernah mendapat teguran karena salah berperilaku
Lantas siapa kita merasa tidak punya dosa
.
.
Pagi,  siang,  malam.  Pasti kita hapal dengan doa ampunan dosa.  Memohon yang Maha Pengampun sudi memaafkan kita sebagai manusia.  Mengatasnamakan  kalimat "manusia tempat salah dan lupa" kadang menjadi excuse,  mewajari bahwa kita (manusia) pasti akan salah.
Kemudian kembali memanjatkan doa mohon ampun.  Mohon ampun. Mohon ampun,  dan seterusnya.
Tidaklah salah jika kalian memohon ampun kepada yang Maha Pengampun.
.
.
Tapi coba cermati hadits berikut,  Subhanallah,  mudah bagi Allah untuk kemudian kun fayakun menjadikan dosa kita terhapus.  Namun dari banyak cara Allah menghapus dosa adalah diberikannya penyakit,  penderitaan,  kemelaratan,  kesedihan,  kesusahan,  dan lain-lain
.
Ayo coba dicek mindset kita masing-masing. Apakah ketika datang kepadamu sebuah penyakit,  penderitaan,  kesusahan,  dan lain-lain tersebut lantas kamu bersyukur bahwa ini adalah tahap penghapusan dosa? Bukankah seharusnya kamu gembira bahwa jika kamu sabar menghadapinya maka akan terhapus dosa-dosamu yang super banyak itu?
.
.
Subhanallaah, saat ini pun masih berusaha sabar,  bertahan,  bersyukur atas semua penyakit maupun ujian dalam bentuk apapun.  InsyaAllah membangun mindset bahagia karena sedang menjalani proses penghapusan dosa.

Minggu, 25 Februari 2018

Kepemilikan

"kamu punya siapa bar"
"... "
"..."
((hening))
.
.
.
Ternyata memang tidak ada jawaban selain Allah.  No one exist in this world,  even your parent
Kembali lah ke Allah

Jumat, 23 Februari 2018

Roda berputar itu nyata

((baru nulis judul aja udah sedih :") ))

You must've heard a lot of time people talked about wheel of life.  Yeah. Me too
.
Dulu ketika mendengar perkataan bahwa "hidup seperti roda yang berputar. Kadang di atas,  kadang di bawah" and I was just like "hmm,  okay"  or "yeah I know" never imagine how it feels like.  Cuma ya angguk angguk aja seperti menyetujui tanpa makna berarti.
.
But now,  I am feeling it
.
Yeah I am in the lower lever than before. Because now I am realizing HAHAHA
.
Is it hard? Yes.
.
Lucu ga sih,  kemarin,  puluhan hari yang lalu ketika kamu merasa kamu punya (hampir) segalanya.  Seakan-akan semua terasa indah.  Bahkan tanpa usaha yang berarti.  Namun kamu miliki (hampir)  segalanya. Dan mungkin kamu -sedikit atau banyak,  jarang atau sering,  niat atau tidak diniatkan,  sengaja atau tidak disengaja- kamu rendahkan orang lain.  ((Astaghfirullah...)).  Definisi merendahkan di sini bisa jadi secara tidak langsung kamu merasa bahwa 'saya lebih baik dari mereka/dia'
.
Dan lucu ga sih,  orang yang kamu dulu banggakan/hormati/senangi bisa berubah menjadi orang yang bahkan sangat mengerikan/menyebalkan atau jadi orang yang kamu hindari.  Orang yang dulu tertawa bersama kemudian berubah menjadi hambar.
Sebaliknya,  kamu temukan orang yang dulu kamu pandang rendah/hina atau setidaknya sering kamu omongin kejelekannya berubah menjadi orang yang terlihat sangat berga saat ini,  mereka hadir menghangatkan dan peduli sama kamu.  Sangat
.
Dan aku menyesal.  Menyesal.  Sangat.  Tapi kembali teringat bahwa kita tidak boleh berandai-andai masa lalu.  Cukup dijadikan saja pelajaran agar tidak terulang
.
That's how Allah turn your wheel 😂
.
Betapa hebat Allah dengan kuasanya mengubah keadaanmu menjadi sangat kebalikannya.  Bukan sedikit.  Banyak.  Subhanallah
.
Mungkin itu mengapa ada nasihat "jangan membenci berlebihan,  jangan mencintai berlebihan" karena Allah bisa saja mengubah keadaannya.  Semua yang iya  bisa jadi tidak.  Dan semua yang tidak bisa menjadi iya
.
Untuk kamu,  yang sekarang merasa sedang berada di puncak roda,  berhentilah merendahkan siapapun,  kelak akan ada saatnya kamu yang berada di posisi itu. 
Dan bagi kamu yang sedang berada di roda bagian bawah,  bergembiralah karena rodamu akan berputar ke atas. Perintahnya hanya dengan sabar dan shalat.  Dua hal yang sungguh sedikit tapi sungguh berat.  Tapi janji Allah nyata bukan? Termasuk janjinya bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan?
.
Percayalah,  layaknya pengembara yang tersesat di kegelapan goa,  ketika dia terus berusaha melangkah,  kemudian suatu hari dia akan temukan cahaya terang di ujung goa. Dia akan menjadi makhluk yang lebih bersyukur karena dia tahu -sangat tahu- rasanya berada di kegelapan.
.
Percaya lah.  Hanya percaya.  Wamalhayaata illa mataa 'ulghuruur.  Bahwa dunia hanyalah senda gurau.  Jalani kegelapanmu/kesengsaraa mu/kesedihanmu atau apapun kau menamainya tetap pada koridor-Nya.  Jangan mengambil koridor yang lain.  Takut kamu akan lebih tersesat. 
.
.
.
00:21, february 24th 2018, somewhere between bandung - jakarta

Senin, 29 Januari 2018

'pain' is another word of 'dream'

Review ah sekali-sekali

Jadi ini ceritanya abis nonton korean variety show judulnya 'master in the house'  episode 5 ya fyi.  Trus mengutip quotes dari lee seung gi.  Quotesnya ya yang jadi judul post ini
'pain' is another word of 'dream'
.
.
Sedikit intro,  jadi master in the house adalah variety show dari Korea dimana para artis yang menjadi para host acara akan menginap di rumah seorang master yaitu orang yang 'ahli'  di bidangnya.  It could be actor,  athlete,  musician,  etc. Menginap di rumah termasuk mengikuti semua rutinitas dan aturan si master ini. Nah yang episode ini masternya adalah seorang athlete Baseball.

Singkat cerita,  di sini para host kan mengikuti aktivitas master ini termasuk latihan fisik di gym,  kebiasaan naik turun gunung -literally naik turun gunung loh,  buat latihan fisik-,  diet sehat,  dan lain-lain.  Termasuk rutinitas yang bikin para host tersentuh adalah,  dari segala kegiatannya master,  dia tetap mengurus anaknya,  take care for his son and daughter,  and of course loving her wife.  Ya tapi singkirkan dulu adegan2 touching ya hahaha
Di dalam suatu scenenya,  sang master menantang para host.  Jika para host bisa menang dalam adu permainan dodge ball melawan sang master dan temannya,  maka para host akan ditraktir barbecue.  Singkat cerita,  para host menang dan mereka pergi makan ke sebuah tempat barbacue.
One thing for sure,  ikutan ngiler sih waktu nontonnya,  soalnya barbacue seems so good bahkan diliat dalam layar hp.  Di sini,  sang master ga ikut makan,  karena dia dalam keadaan diet.  He said kalau dia harus terbiasa buat nahan lapar karena harus menurunkan berat badan dan 'menahan lapar'  adalah suatu bentuk pelatihan biasa bagi atlit.  Tapi ya melihat para host makan,  beberapa kali sang master tersorot dengan wajah yang ingin makan juga,  and he said.  Ya iyalah,  kadang kita liat orang makan walaupun sebelumnya udah makan,  atau memnag tidak dalam kondisi lapar,  suka jadi mau ikutan makan,  kan?
But,  master mengatakan sesuatu yang sebenarnya biasa aja sih - maybe buat kalian- tapi touched me really.  He said -yang sudah diterjemahkan lah ya pasti- "tidak,  saya tidak boleh makan. Ketika saya makan sekali,  saya akan makan lagi, itu tidak boleh"
.
.
See? What touched me for sure adalah.  Ketika gua sadar,  for any moment of my life.  Saat punya pantangan,  target, larangan atau apapun lah namanya.  Kadang,  dirayu dikit aja sama keadaan atau bahkan sama teman.  Padahal cuma "gapaplah,  sedikit aja" / "gapapalah sekali aja" / "gapapa kok,  kita ga bilang-bilang"  trus kita luluh.  Lantas menyerah pada pantangan atau larangan tersebut,  atau bisa jadi saat itu yang kita langgar adalah prinsip.  How pity I am.  Padahal saat master itu bisa aja dia melanggar pantangannya,  bisa jadi target menurunkan badannya bisa hancur,  yang lebih parah adalah timbulnya mindset "gapapa,  sekali-sekali".  Kayak gua sih,  misal punya taget jalanin 12 rakaat salat rawatib,  yang asli susah banget. Butuh istiqomah banget,  sometimes ada aja godaan "hari ini 10 aja deh"  and I did it.  Padahal yang Allah janjikan adalah rumah di surga.  Buat gua yang belum punya rumah di dunia,  bisa booking rumah di surga adalah beyond imagination yang mesti banget kan.  Setelah gua bersusah-susah ngayal buat punya rumah di dunia,  i think - at least- gua bisa book 1 di surga.  Dan itu sih.  Gua belum punya jiwa si mater ini.  Masih suka bandel.  Padahal ya itu,  satu hari aja bandel,  pasti di hari-hari entah kapan pasti jadi punya mindset "gapapa deh blablabla"  and it will break my goal.
.
.
How come.
Hm.
Belum punya jiwa master ternyata
.
.
And the word for "pain is another word of dream" jadi benar-benar 100% setuju.  12 rakaat adalah sangat sulit untuk diitiqomahkan,  tapi yang dijanjikan? Rumah di surgaaa.  So,  "12 rakaat" I could say as "pain"  and "rumah di surga" I could say as "dream".  Untuk sang master nahan laparnya adalah bentuk pain dan turun berat badan beserta mindset disiplinnya adalah bentuk dream.  Dan pasti kalian pernah ngalamin kan bagian hidup kalian yang punya hubungan pain-gain.  Jadi,  gua pikir mari bertahan dengan pain kita demi dream.  Really.  Pasti dream kita semua adalah sesuatu yang worth to fight for kan? So dont keep on that 'pain' and you'll get your dream. 
.
.
This post is -of course- for me and also for you.
Berfaedah kan nonton variety show ✌️😁